Monday

40 Persen Terumbu Karang di Bali Mengalami Pemutihan
















Gede Suardana - detikNews
Denpasar - Kondisi terumbu karang di Bali mulai mengkhawatirkan. Sebanyak 40 persen terumbu karang di Bali mengalami pemutihan.

Kerusakan terumbu karang paling parah terjadi sepanjang 120 km garis pantai diantara daerah Pemuteran, Gerokgak hingga Amed, Karangasem.

Demikian disampaikan Pimpinan Yayasan Reef Check Indonesia Naneng Setiasih di kantornya, jalan Tukad Balian, Denpasar, Selasa (22/6/2009).

Kerusakan terumbu karang paling parah terjadi di Amed, pemutihannya mencakup sekitar 40 persen dari jumlah tutupan karang keras. Tingkat pemutihan paling randah terjadi di Tulamben, sekitar 10 persen.

Jenis karang yang mengalami pemutihan adalah karang keras dan karang lunak. Jenis karang keras, diantaranya Acropora Tubalate and Braching, Pocillopora sp, Stylopora sedangkan jenis karang lunak, yaitu Sarchophyton and Sinularia, Anemon dan Zooanthid.

"Kerusakan terumbu karang diketahui setelah melakukan tes cepat (rapid assessment) di sepankang garis pantai tersebut," kata Naneng.

Pemutihan terumbu karang terjadi akibat efek pemanasan global. Karang sangat peka terhadap kenaikan suhu. Rata-rata suhu di Indonesia telah naik sebesar 0,3 persen sejak tahun 1900.

"Kenaikan suhu sebesar 1-2 derajat celcius dari rata-rata suhu permukaan laut dapat memicu pemutihan terumbu karang," kata Naneng.

Penyebab lainnya adalah penyakit, racun bahan kimia. Naneng menjelaskan, pemutihan karang di Bali terakhir kali terjadi pada tahun 2005 yang terjadi terumbu karang sisi kiri dan kanan bandara Ngurah Rai sekitar 75 persen.

Pemutihan karang terbesar di Bali terjadi pada tahun 1997-1998 bersamaan dengan pemutihan masal global. Pada saat itu, di Indonesia terjadi pemutihan karang mencapai 50 persen, yang terjadi di Karimun Jawa, Taman Nasional Pulau Seribu, Kepulauan Gili, Lombok, dan Kalimantan Timur.

Dampak pemutihan karang menyebabkan kematian karang sehingga mengurangi pelayanan dan jasa yang diberikan terumbu karang kepada manusia. Di Asia Tenggara terjadi nilai jasa dan produk yang hilang dari perikanan, pariwisata, dan kerusakan keanekaragaman dapat mencapai 38,3 miliar dolar AS.

saving energy team Aston Rasuna - Jakarta

50% Perubahan Iklim Terjadi Karena Penggunaan Energi yang Tak Efisien

















Ayu Fitriani - detikNews

Jakarta - Perubahan iklim (climate change) menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan makhluk hidup. Tahukah Anda bahwa 50 persen perubahan iklim terjadi karena penggunaan energi yang tidak efisien?

"50 Persen perubahan iklim terjadi karena penggunaan energi yang tak efisien. Seperti pengeksploitasian air tanah yang berlebihan, penggunaan bahan bakar berlebihan, dan penggunaan listrik yang berlebihan," kata Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Peni Susanti.

Hal tersebut disampaikan dia dalam acara Pertemuan Asosiasi Dinas Pengelola ESDM Provinsi se-Indonesia di Auditorim Nyi Ageng Serang, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2009).

Dikatakan Peni, eksploitasi air tanah secara berlebihan dapat menyebabkan kekurangan air bersih. Mengambil contoh Jakarta, menurutnya, kota ini bisa menjadi kota nomor satu dari 530 kota di Indonesia dalam hal krisis air jika eksploitasi tersebut tidak dihentikan.

"Makanya kita bersama-sama harus bahu membahu menghadapi climate change melalui efisiensi energi. Efisiensi energi langkah penting kita untuk mengurangi dampak pemanasan global itu," jelas perempuan berkebaya hijau ini.

Peni menambahkan, pengendalian perubahan iklim bukan menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Pihaknya menunggu partisipasi aktif dari para masyarakat, akademisi, dunia usaha, LSM, dan media massa untuk merespons perubahah iklim tersebut.
(irw/nrl)

saving energy team Aston Rasuna - Jakarta

Perubahan Iklim Meminta Perubahan Sikap Penghuni Bumi



















Andi Superi - suaraPembaca

Jakarta - Cuaca yang membalut Kota Jakarta di beberapa pekan terakhir ini terasa semakin tak bersahabat. Suhu udara dalam kondisi berawan yang rata-rata hampir mecapai 35 derajat celcius. Tajamnya angin malam membuat sebagian masyarakat enggan untuk melakukan aktivitas di luar ruangan.

Ketidakpastian musim dan peningkatan suhu saat ini berdampak pada melemahnya daya tahan tubuh sehingga masyarakat sangat potensial terjangkit berbagai macam virus penyakit. Dampak perubahan iklim yang telah menjadi isu di beberapa tahun terakhir ini seolah kian nyata.

Peringatan pemanasan global yang dihembuskan para ahli dan berbagai lembaga penelitian iklim bumi telah menampakkan kebenarannya. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia telah mengakibatkan banyaknya radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan kemudian dipancarkan kembali ke bumi. Dan, tentu saja kita sama-sama mengetahui jika ketergantungan dan konsumsi energi yang dihasilkan dari sumber-sumber energi fosil merupakan salah satu faktor penyebab terbesarnya.

Ungkapan yang menyatakan bahwa dampak perubahan iklim lebih mengerikan daripada perang nuklir sepertinya bukanlah sebuah ungkapan kosong. Jika para peneliti, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan bahwa suhu permukaan bumi dalam 25 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 0,18 derajat celcius per dekade, dan sementara itu perkiraan peningkatan temperatur bumi pada tahun 2050 mencapai 2 hingga 3 derajat celcius, maka dapat dibayangkan seperti apa hari-hari esok yang akan kita dan anak cucu kita lalui.

Dan, inilah fakta ironinya. Jika negeri ini negeri tropis yang sepatutnya menyuplai oksigen dan menjaga lapisan ozon, ternyata merupakan negara yang menempati urutan ketiga di dunia dalam hal menyumbangkan emisi gas rumah kaca terbesar. Namun, sekali lagi kita harus mengurut dada dan mengakui bahwa kenyataan ini bukanlah suatu hal yang mencengangkan. Mengingat betapa kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat kita dalam menciptakan perilaku cinta lingkungan dan pemanfaatan energi secara bijak.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas hal ini. Adalah kesalahan besar jika kita terus hidup dalam budaya mencari kambing hitam atas setiap permasalahan. Negeri ini tidak membutuhkan wacana dan retorika belaka.

Negeri ini menginginkan kita untuk bersatu dan bersama-sama melakukan tindakan nyata dalam menghadapi kondisi yang terjadi. Bukan untuk terus menerus bergumul dengan kepentingan pribadi dan golongan semata. Mari kita bersikap atas nama penghuni bumi untuk berjuang bersama-sama menghadapi perubahan iklim yang mengancam bumi ini.

Andi Superi
Jl Plaju No 17 Dukuh Atas Jakarta Pusat
andi_superi@yahoo.com
081288981494

saving energy team Aston Rasuna - Jakarta

Suhu lautan mencapai rekor tertinggi


NOAA U.S. highlights

Menurut Pusat Data Iklim Nasional AS, suhu rata-rata lautan global pada bulan Juli adalah yang terpanas sejak dimulainya pencatatan pada tahun 1880. Di dekat Arktik, suhu air naik 10 derajat di atas rata-rata.

Ilmuwan iklim Andrew Weaver dari Universitas Victoria di British Columbia juga mencatat bahwa kenaikan suhu lautan adalah tanda yang lebih jelas dari pemanasan global, beliau berkata, “Ini adalah satu lagi indikator yang sangat penting dari perubahan yang sedang terjadi.”

Maha Guru Ching Hai: Air menjadi hangat dan kemudian es akan dicairkan oleh itu.
Dan jika es mencair lebih banyak, kita menjadi lebih panas.
Dan dengan semakin panas, lebih banyak es mencair. Semakin banyak es mencair, semakin hangat airnya.Semakin hangat airnya, semakin banyak es mencair.

Anda dapat melihat lingkaran setan. Tak banyak yang saya bicarakan, hanya jika kita mengetahui sebuah solusi, kita lakukan saja. Jika kita mencintai planet kita, jika kita mencintai diri kita dan anak kita, pengorbanan apapun akan kita lakukan.

Semua bukti menunjukkan bahwa daging adalah penyebab nomor satu dari masalah planet kita. Cara tercepat untuk mengatasinya, paling kilat, paling efektif adalah dengan mengurangi praktik industri daging yang banyak mengeluarkan emisi.

saving energy team Aston Rasuna - Jakarta